Selasa, 10 Oktober 2017

Sejarah Mikrobiologi



The Black Plague-Bubonic
Dahulu ada sebuah penyakit yang menyebabkan angka kematian tinggi. Penyakit ini dijulukI dengan The Black Death. Penyakit ini menyebabkan wabah yang besar dikalangan masyarakat. Wabah plague diyakini telah bermula di Mesir dan Etiopia pada tahun 540 yang bergerak ke Sungai Nil dan menumpang kapal-kapal menuju ke Konstantinopel sepanjang rute perdagangan. Wabah ini diperkirakan telah membunuh 300.000 orang di Konstantinopel dalam waktu setahun pada tahun 544.
Kemudian pada tahun 1347, penyakit ini kembali melanda populasi Eropa (Konstantinopel Turki, kepulauan Italia, Prancis, Yunani, Spanyol, Yugoslavia, Albania, Austria, Jerman, Inggris, Irlandia, Norwegia, Swedia, Polandia, Bosnia-Herzegovina dan Kroasia) kira-kira selama 300 tahun, dari tahun 1348 sampai akhir abad ke-17. Selama kurun waktu itu, wabah ini membunuh 75 juta orang, kira-kira 1/3 populasi pada waktu itu. Seluruh komunitas tersapu bersih, di tahun 1386 di kota Smolensk, Rusia, hanya lima orang yang tidak terserang penyakit ini dan di London, peluang bertahan hidup hanya satu dalam sepuluh.
Wabah plague disebabkan oleh bakteri yang disebut Yersinia pestis. Bakteri ini dibawa oleh kutu, sedangkan kutu hidup pada tikus. Kutu menyebarkan penyakit ketika mengisap darah tikus atau manusia. Plague merupakan penyakit yang disebabkan oleh enterobakteria Yersinia pestis (dinamai dari bakteriolog Perancis A.J.E. Yersin). Penyakit plague dibawa oleh hewan pengerat (terutama tikus). Wabah penyakit ini banyak terjadi dalam sejarah, dan telah menimbulkan korban jiwa yang besar. Wabah pes masih dapat ditemui di beberapa belahan dunia hingga kini. Tetapi bakteri wabah pes belum terbasmi tuntas. Di Bolivia dan Brazil, misalnya, terdapat lebih dari 100 laporan kasus pes per sejuta penduduk.
Wabah pes dikenal dengan black death karena menyebabkan tiga jenis wabah, yaitu bubonik, pneumonik dan septikemik. Ketiganya menyerang sistem limpa tubuh, menyebabkan pembesaran kelenjar, panas tinggi, sakit kepala, muntah dan nyeri pada persendian. Wabah pneumonik juga menyebabkan batuk lendir berdarah, wabah septikemik menyebabkan warna kulit berubah menjadi merah lembayung. Dalam semua kasus, kematian datang dengan cepat dan tingkat kematian bervariasi dari 30-75% bagi bubonik, 90-95% bagi pneumonik dan 100% bagi septikemik. Akan tetapi, dengan pengobatan yang tepat, penyakit pes dapat disembuhkan, karena berhasil diobati dengan sukses menggunakan antibiotik.
Penyakit pes pertama kali masuk Indonesia pada tahun 1910 melalui Tanjung Perak, Surabaya, kemudian tahun 1916 melalui pelabuhan Tanjung Mas, Semarang, tahun 1923 melalui pelabuhan Cirebon dan pada tahun 1927 melalui pelabuhan Tegal. Korban manusia meninggal karena pes dari 1910-1960 tercatat 245.375 orang, kematian tertinggi terjadi pada tahun 1934, yaitu 23.275 orang.



Teori Genetio Spontanea

Teori ini mengatakan bahwa makhluk hidup berasal dari benda mati. Teori Abiogenesis dicetuskan pertama kali oleh Aristoteles (384 - 322 SM), yang merupakan tokoh ilmu pengetahuan dari Yunani Kuno. Teori Abiogenesis disebut juga teori generatio spontanea yang menerangkan bahwa makhluk hidup berasal dari benda mati.
Aristoteles melakukan pengamatan ikan-ikan di sungai. Ia berpendapat bahwa ada sebagian ikan-ikan di sungai tersebut yang berasal dari lumpur. Sebenarnya Aristoteles mengetahui bahwa telur-telur ikan apabila menetas akan menjadi ikan yang sifatnya sama seperti induknya. Telur-telur tersebut merupakan hasil perkawinan dari induk-induk ikan. Walau demikian, Aristoteles berkeyakinan bahwa ada ikan yang berasal dari lumpur. Menurut penganut paham abiogenesis, makhluk hidup tersebut terjadi begitu saja atau secara spontan. Oleh sebab itu, paham atau teori abiogenesis ini disebut juga paham generation spontanea.
Teori Abiogenesis ini didukung pula oleh seorang ilmuwan Inggris pada tahun 1748 yang bernama Nedham. Ia mencoba melakukan penelitian dengan menggunakan rebusan kaldu. Hasil rebusan kaldu kemudian dimasukkan ke dalam botol dan ditutup dengan gabus. Setelah beberapa hari, ternyata air kaldu tersebut ditumbuhi bakteri. Akhirnya, Nedham menyimpulkan bahwa bakteri berasal dari air kaldu.
Teori ini gugur karena pada abad ke-17, Antonie van Leeuwenhoek berhasil membuat mikroskop. Penemuan mikroskop inilah yang mengawali berbagai macam percobaan untuk menguji teori-teori Abiogenesis.
Leeuwenhoek
 mencoba mengamati air rendaman jerami dengan menggunakan mikroskop temuannya. Ternyata
, terlihat bahwa di dalam setetes air rendaman jerami tersebut terdapat benda-benda aneh yang sangat renik.





Germ Theory

Teori ini dikemukakan oleh John Snow (1813-1858), seorang dokter ahli anestesi dari Inggris. Ia berhasil membuktikan adanya hubungan antara timbulnya penyakit kholera dengan sumber air minum penduduk. Dari hasil perhitungan ini dikemukakan kesimpulan bahwa air minum yang tercemar dengan tinja manusia adalah penyebab timbulnya penyakit kholera. Kesimpulan ini diambil tanpa mengetahui adanya kuman kholera, karena pengetahuan tentang pengetahuan ini baru kemudian muncul. Pada teori ini jasad renik (germ) dianggap sebagai penyebab tunggal penyakit.
Penemuan-penemuan di bidang mikrobiologi dan parasitologi oleh Louis Pasteur (1822-1895), Robert Koch (1843-1910), Ilya Mechnikov (1845-1916) dan para pengikutnya merupakan era keemasan teori kuman. Para ilmuwan tersebut mengemukakan bahwa mikroba merupakan etiologi penyakit.
Louis Pasteur pertama kali mengamati proses fermentasi dalam pembuatan anggur. Jika anggur terkontaminasi kuman maka jamur mestinya berperan dalam proses fermentasi akan mati terdesak oleh kuman, akibatnya proses fermentasi gagal. Proses pasteurisasi yang ia temukan adalah cara memanasi cairan anggur sampai temperatur tertentu hingga kuman yang tidak diinginkan mati tapi cairan anggur tidak rusak. Temuan yang paling mengesankan adalah keberhasilannya mendeteksi virus rabies dalam organ saraf anjing, dan kemudian berhasil membuat vaksin anti rabies. Atas rintisan temuan-temuannya memasuki era bakteriologi tersebut, Louis Pasteur dikenal sebagai Bapak dari Teori Kuman.
Robert Koch juga merupakan tokoh penting dalam teori kuman. Temuannya yang paling terkenal dibidang mikrobiologi  adalah Postulat Koch yang terdiri dari:
Organisme (parasit) harus ditemukan dalam hewan yang sakit, tidak pada yang sehat.
Organisme harus diisolasi dari hewan sakit dan dibiakkan dalam kultur murni.
Organisme yang dikulturkan harus menimbulkan penyakit pada hewan yang sehat.
Organisme tersebut harus diisolasi ulang dari hewan yang dicobakan tersebut.




Koch Postulat

Postulat Koch dikemukakan pertama kali oleh Robert Koch (1843-1910). Koch memberikan rumusan berupa sejumlah kondisi yang harus dipenuhi sebelum salah satu faktor biotik (organisme) dianggap sebagai penyebab penyakit.  Dalam Postulat-postulat Koch disebutkan untuk menetapkan suatu organisme sebagai penyebab penyakit, maka organisme tersebut harus memenuhi sejumlah syarat.  Pertama, ditemukan pada semua kasus dari penyakit yang telah diperiksa.  Kedua, telah diolah dan dipelihara dalam kultur murni (pure culture). Ketiga, mampu membuat infeksi asli (original infection), meskipun sudah beberapa generasi berada dalam kultur.Keempat, dapat diperoleh kembali dari tanaman yang telah diinokulasi dan dapat dikulturkan kembali.
Isi postulat Koch adalah:
1.      Organisme (parasit) harus ditemukan dalam hewan yang sakit, tidak pada yang sehat.
2.      Organisme harus diisolasi dari hewan sakit dan dibiakkan dalam kultur murni.
3.      Organisme yang dikulturkan harus menimbulkan penyakit pada hewan yang sehat.
4.      Organisme tersebut harus diisolasi ulang dari hewan yang dicobakan tersebut
Postulat Koch ini hanya dapat digunakan dalam pembuktian jenis patogen yang bersifat tidak parasit obligatParasit obligat adalah parasit yang tidak dapat hidup tanpa ada inangnya. Oleh karena inilah, patogen parasit obligat tidak dapat dibiakan dalam laboratorium.



 

Mikroskop

Mikroskop adalah alat optik yang dapat digunakan untuk melihat atau mengamati benda-benda yang memiliki ukuran sangat kecil. Mikroskop pertama kali ditemukan pada tahun 1590 oleh Zacharias Jansen. Melalui penemuan mikroskop ini, setiap orang dapat melihat benda-benda yang berukuran sangat kecil. Seiring dengan kemajuan ilmu teknologi, pada tahun 1665 seorang ilmuwan dari Inggris bernama Robert Hooke merancang mikroskop majemuk dan memiliki sumber cahaya sendiri. Mikroskop rancangan Robert Hooke memiliki kemampuan perbesaran benda hingga 30 kali. Melalui mikroskop buatannya sendiri, Robert Hooke dapat menemukan sel pada kayu gabus yang diamatinya.
Pada waktu yang hampir bersamaan, yaitu tahun 1668 sampai tahun 1677, seorang ilmuan Belanda bernama Antonie Van Leeuwenhoek mengembangkan mikroskop lensa tunggal dengan kekuatan perbesaran objek hingga 270 kali lebih besar dari ukuran sebenarnya. Antonie Van Leeuwenhoek berhasil mengamati sel darah merah, ragi, bakteri dan protozoa melalui mikroskop rancangannya. Berkat hasil temuannya, tanpa disadari Van Leeuwenhoek menjadi orang pertama yang berhasil melihat bakteri.
Sejalan dengan penemuan mikroskop yang semakin berkembang, ilmu pengetahuan pun semakin berkembang. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya berbagai jenis penemuan yang dilakukan para ahli. Salah satunya penemuan Mycobacterium tuberculosis (basil) yang dapat menyebabkan penyakit tuberculosis (TB) oleh seorang dokter dari Jerman bernama Robert Koch. Penemuan-penemuan di bidang biolgi sel tidak akan terlepas dengan perkembangan mikroskop. Mikroskop modern yang paling sederhana dan digunakan saat ini adalah mikroskop cahaya.


Pasterisasi dan Sterilisasi
Pasteurisasi merupakan proses pemanasan makanan dengan tujuan membunuh organisme merugikan seperti bakteri, virus, protozoa, kapang, dan khamir. Proses ini diberi nama atas penemunya, Louis Pasteur, seorang ilmuwan Perancis. Teknik ini digunakan untuk mengawetkan bahan pangan yang tidak tahan suhu tinggi, misalnya susu. Pasteurisasi tidak mematikan semua mikroorganisme, tetapi hanya yang bersifat patogen dan tidak membentuk spora.
Pada awalnya, pasteurisasi dipahami sebagai metode untuk menjaga keasaman anggur dan bir. Selama proses fermentasi berlangsung, anggur dan bir terkontaminasi oleh bakteri yang pada akhirnya menghasilkan asam laktis yang menyebabkan asam. Dia menyatakan bahwa proses fermentasi oleh ragi, bukan sebagai katalis tetapi sebagai organism hidup. Teori kumannya tentang fermentasi dikemukakan tahun 1857. Mikroba tidak langsung dihasilkan dalam makanan atau campuran fermentasi tetapi dihasilkan dari pertumbuhan organism yang sebelumnya sudah ada. Proses antibakterinya memerlukan pemanasan buatan pada temperature rendah selama waktu tertentu untuk menghancurkan bakteri dan panas bisa digunakan untuk menyeterilkan berbagai macam produk makanan. Tahun 1860, proses ini banyak digunakan tetapi tidak dilakukan pada anggur dan bir karena dianggap merusak cita rasanya.
Pasteurisasi susu didukung oleh Alice Cathenne Davis (1881-1975), ilmuwan yang bekerja untuk Diary Divission dari Bureau of Animal Industry di Amerika Serikat. Dia menemukan beberapa bakteri dalam susu bahwa bakteri bukan muncul dari kontaminasi selama pengiriman tetapi dari sapi itu sendiri.
Tujuan dari Pasteurisasi yaitu :
1.     Mencapai “pengurangan” dalam jumlah organism, mengurangi jumlah mereka sehingga tidak lagi bisa menyebabkan penyakit (syaratnya produk yang telah di pasteurisasi didinginkan dan digunakan sebelum tanggal kadaluarsa).
2.     Memperpanjang daya simpan bahan atau produk.
3.     Menimbulkan cita rasa yang lebih baik pada produk.
4.     Menginaktifkan enzim fosfatase dan katalase ,yaitu enzim yang membuat susu cepat rusak.



Sterilisasi

            Sterilisasi adalah proses atau kegiatan membebaskan suatu bahan atau benda dari semua bentuk kehidupan. Proses ini ditemukan oleh Josep Lister, seorang dokter bedah Inggris, lahir 5 April 1827 dan meraih gelar dokter dari Universitas College London tahun 1852.
            Tahun 1861, Lister menjadi ahli bedah di Rumah Sakit Kerajaan  Glasgow selama 8 tahun. Selama bekerja, ia mulai mengembangkan metode antiseptik dalam pembedahan. Ia mendapat tugas di barak operasi. Selama itu, ia dikejutkan oleh tingginya angka kematian pasien. Penyebabnya adalah infeksi serius yang telah menjadi kejadian umum setelah operasi berlangsung. Kemudian, Lister menjasi gelisah dan mulai mencari penyebab dan solusinya. Ketika masih di barak, dia menjaga kebersihan barak untuk mencoba mengurangi angka kematian pasien, tapi hal itu tidak menolong. Dokter lain menganggap hal tersebut dikarenakan oleh uap udara tak sehat yang keluar dari tanah ‘miasmas’ di sekitar rumah sakit.
Tahun 1865, siaran Louis Pasteur tentang teori penyakit kuman menjadikan gagassan kunci untuk Lister dalam memecahkan masalah kematian. Lister menggunakan carbolic acid selaku pembunuh kuman, dengan hal tersebut Lister telah melakukan satu pila baru cara-cara antiseptic. Dia membersihkan tangan dengan cermat sebelum bedah, juga pengamatan terhadap peralatan dan pakaian yang harus bersih. Dia juga menyemprotkan carbolic acid yang berbau tajam sebagai pencegah antiseptic ke udara dalam kamar operasi.
Pencegah terbaik yang disebabkan kuman sehingga dapat membunuh kuman tersebut sebelum mencapai tempat luka yang terluka. Setelah itu, Lister mengembangkan antiseptic dan sterilisasi. Akhirnya, sekitar tahun 1861-1865, angka rata-rata kematian  turun dari 45% menjadi 15%  tepatnya sampai pada tahun 1869.


Penicilin
Alexander Fleming lahir pada tanggal 6 Agustus 1881 di Lechfield, Scotlandia. Fleming merupakan anak ketiga dari empat putra Hugh Fleming dari istri keduanya, Grace Stirling Morton. Fleming menuntut ilmu di St. Mary’s Hospital Medical School seperti kakak laki-lakinya. Setelah Perang Dunia I, Fleming melakukan penelitian mengenai antibakteri karena prihatin menyaksikan begitu banyak kematian tentara akibat infeksi pada luka-luka yang diderita. Antiseptik ternyata justru lebih kuat melawan sistem kekebalan tubuh mereka daripada melawan bakteri penyebab infeksi. Dalam artikelnya yang dimuat di jurnal kedokteran “The Lancet”, Fleming menjelaskan bahwa antiseptik efektif bekerja di permukaan, tapi luka yang dalam justru menjadi tempat berlindung bagi bakteri anaerob dari agen antiseptik sehingga antiseptik tidak dapat membunuh bakteri yang tidak terjangkau ini.
Suatu hari, Fleming melakukan penelitian menggunakan bakteri Staphylococcus. Dia sempat meninggalkan laboratoriumnya dan ketika kembali, Fleming mendapati ada kultur bakteri yang terkontaminasi oleh jamur. Anehnya, hanya di bagian tepi koloni saja yang bakterinya tidak tumbuh, sedangkan di tempat yang lain, bakteri tetap tumbuh. Kemudian Fleming menumbuhkan jamur tadi pada media murni. Ternyata, jamur tersebut memproduksi suatu senyawa yang dapat membunuh bakteri. Selanjutnya Fleming berhasil mengidentifikasi jamur tersebut berasal dari genus Penicillium. Pada tanggal 7 Maret 1929 senyawa tersebut diberi nama Penicillin.
Fleming terus melakukan penelitian mengenai penicillin, namun dia kesulitan untuk membudidayakan penicillin dan mengisolasi senyawa tersebut dari jamurnya. Setelah Fleming menyerah, Howard Florey dan Ernst Boris Chain melanjutkan penelitian Fleming dengan biaya dari pemerintah Amerika dan Inggris. Mereka berhasil memurnikan penicillin sehingga mampu digunakan untuk mengobati berbagai penyakit. Penicillin dapat membunuh bakteri penyebab pneumonia, meningitis, difteri, gonorrhea, sifilis, bronchitis, dan gangren. Fleming juga menemukan bahwa penggunaan antibiotik dengan dosis yang terlalu rendah atau durasi penggunaan yang terlalu singkat dapat menyebabkan resistensi bakteri.
Pada 1939, ilmuwan Australia Howard Walter Florey dan sebuah tim peneliti di Universitas Oxford membuat sebuah kemajuan yang berarti dalam menunjukkan aksi bakterisidal secara in vivo dari penisilin. Mereka gagal dalam percobaan karena ketidakcukupan penisilin, namun berhasil dibuktikan bahwa penislin tidak berbahaya dan bekerja pada tikus. Beberapa percobaan penisilin dilakukan di Oxford. Pada 1942, John Bumstead dan Orvan Hess menjadi ahli yang pertama berhasil menyembuhkan pasiennya dengan penisilin.
Saat Perang Dunia II, penisilin berjasa dalam menekan jumlah kematian akibat infeksi yang disebabkan luka terbuka yang tak mendapat perawatan, yang dalam situasi serupa dapat menimbulkan gangren bahkan kematian, menyelamatkan 12-15% nyawa. Ketersediaan penisilin masih sangat terbatas karena kesulitan untuk memproduksinya secara massal, dan kecepatan ginjal yang menghasilkan sisa penisilin yang tidak sempat digunakan tubuh. Saat itu, pengumpulan kembali penisilin dari air seni pasien merupakan prosedur yang biasa. Penisilin tersebut akan digunakan kembali.
Penggunaan kembali penisilin tersebut bukanlah jalan akhir yang baik. Hal ini membuat para peneliti mencari jalan lain untuk memperlambat sekresi penisilin. Mereka berharap dapat menemukan molekul yang dapat menyaingi penisilin untuk transporter asam organik. Transportter tersebut berfungsi dalam sekresi penisilin, maka diperkirakan transporter akan membawa molekul penghambat sehingga penisilin akan lebih lama pada tubuh. Sebuah agen probenesid akhirnya dibuktikan dapat menghambat. Probenesid akan bersaing dan menghambat sekresi penisilin. Penislin akhirnya dapat bekerja lama di tubuh. Teknik produksi penisilin secara massal pun akhirnya dapat diatasi.
Struktur kimiawi penisilin diketahui oleh Dorothy Crowfoot Hodgkin pada awal 1940an. Penemuan ini menjadikan penisilin dapat dibuat secara sintetik. Sebuah tim dari Oxford menemukan metode produksi massal penisilin. Tim yang dipimpinHoward Walter Florey itu mendapatkan Hadiah Nobel dalam bidang Kedokteran atau Fisiologi pada 1945. Saat itu, Penisilin menjadi antibiotika yang banayak digunakan dan masih digunakan untuk beberapa infeksi bakteri Gram positif.





DAPUS
Chang, Wiliam. 2009. Bioetika Sebuah Pengantar. Yogyakarta(ID): Kasinius (anggota IKAPI).
Corwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologis. Jakarta (ID): Penerbit Kedokteran EGC.
Natadisastra, Djaenuddin.2009. Parasitologi Kedokteran. Jakarta(ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Rajab, Wahyudin. 2008. Buku Ajar Epidemologi untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Soemirat, Juli. 2010. Epidemiologi, Wabah Penyakit, Lingkungan, Sumber Daya Alam. Yogyakarta(ID): Gadjah Mada University Press.